MASBABAL.COM - Apa yang dimaksud dengan kedudukan hadis dalam syariat islam?. Kedudukan hadis dalam syariat Islam adalah sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur'an. Hadis merupakan landasan hujah dan dalil dalam menetapkan ajaran-ajaran Islam.
Syariat Islam, sebagai sistem hukum dan tata cara hidup yang komprehensif, bersumber dari dua landasan utama: Al-Qur'an dan Hadis. Al-Qur'an adalah kitab suci umat Islam yang diyakini sebagai firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Sementara itu, hadis merupakan segala perkataan, perbuatan, ketetapan, atau sifat yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW. Kedudukan hadis dalam syariat Islam sangat penting karena ia berfungsi sebagai penjelas, penguat, dan pelengkap terhadap ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al-Qur'an.
Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang kedudukan hadis dalam syariat Islam, peranannya, serta relevansinya dalam kehidupan umat Islam.
Kedudukan Hadis dalam Syariat Islam
1. Hadis sebagai Sumber Hukum Kedua dalam Islam
Dalam hierarki sumber hukum Islam, hadis menempati posisi kedua setelah Al-Qur'an. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam Al-Qur'an:
"Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah." (QS. Al-Hasyr: 7)
Ayat ini menunjukkan kewajiban umat Islam untuk mengikuti apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan. Hadis, sebagai catatan tentang segala hal yang berkaitan dengan Nabi, menjadi sumber hukum yang tidak terpisahkan dari Al-Qur'an.
Selain itu, Nabi Muhammad SAW sendiri diutus oleh Allah SWT untuk menjelaskan dan mengajarkan Al-Qur'an kepada umat manusia. Sebagaimana firman Allah:
"Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an agar kamu menjelaskan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka." (QS. An-Nahl: 44)
Dari sini, dapat dipahami bahwa hadis berfungsi sebagai penjelas (bayan) terhadap Al-Qur'an. Tanpa hadis, banyak ayat Al-Qur'an yang bersifat global atau umum akan sulit dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Fungsi Hadis dalam Syariat Islam
Hadis memiliki beberapa fungsi penting dalam syariat Islam, di antaranya:
a. Menjelaskan Ayat-Ayat Al-Qur'an yang Bersifat Umum
Al-Qur'an seringkali menyampaikan hukum-hukum secara global atau umum. Misalnya, Al-Qur'an memerintahkan umat Islam untuk mendirikan shalat, tetapi tidak menjelaskan secara rinci tentang tata cara pelaksanaannya. Di sinilah hadis berperan. Nabi Muhammad SAW menjelaskan melalui perkataan dan perbuatannya bagaimana shalat harus dilakukan, mulai dari gerakan, bacaan, hingga waktu pelaksanaannya.
Contoh lain adalah perintah zakat. Al-Qur'an menyebutkan kewajiban zakat, tetapi hadis yang menjelaskan jenis harta yang wajib dizakati, nisab (batas minimum), dan kadar zakat yang harus dikeluarkan.
b. Menguatkan Hukum yang Sudah Ada dalam Al-Qur'an
Hadis juga berfungsi sebagai penguat (ta'kid) terhadap hukum-hukum yang sudah disebutkan dalam Al-Qur'an. Misalnya, Al-Qur'an melarang riba, dan hadis Nabi Muhammad SAW mempertegas larangan tersebut dengan menjelaskan bahaya dan konsekuensinya.
c. Menetapkan Hukum Baru yang Tidak Disebutkan dalam Al-Qur'an
Dalam beberapa kasus, hadis menjadi sumber hukum independen yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur'an. Misalnya, hadis tentang larangan memakan binatang buas yang bertaring atau burung yang memiliki cakar tajam. Hukum-hukum seperti ini ditetapkan berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW.
d. Memberikan Contoh Praktis dalam Kehidupan Sehari-hari
Nabi Muhammad SAW adalah teladan terbaik bagi umat Islam. Perbuatan dan perkataannya menjadi contoh nyata bagaimana menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, hadis tentang adab makan, tidur, bergaul, dan beribadah memberikan panduan praktis yang mudah diikuti oleh umat Islam.
3. Klasifikasi Hadis dan Pengaruhnya terhadap Kedudukan Hukum
Tidak semua hadis memiliki kedudukan yang sama dalam syariat Islam. Hadis diklasifikasikan berdasarkan kualitas sanad (rantai periwayatan) dan matan (isi hadis) menjadi beberapa kategori, antara lain:
Hadis Sahih: Hadis yang memenuhi syarat-syarat kesahihan, seperti sanad yang bersambung, periwayat yang adil dan kuat hafalannya, serta tidak bertentangan dengan Al-Qur'an atau hadis lain yang lebih kuat.
Hadis Hasan: Hadis yang memenuhi sebagian besar syarat kesahihan, tetapi memiliki kelemahan kecil dalam sanad atau matan.
Hadis Dhaif: Hadis yang memiliki kelemahan dalam sanad atau matan, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai sumber hukum.
Hadis Maudhu: Hadis palsu yang dibuat-buat dan dinisbatkan kepada Nabi Muhammad SAW. Hadis jenis ini tidak memiliki kedudukan dalam syariat Islam.
Hanya hadis yang sahih dan hasan yang dapat dijadikan sebagai sumber hukum. Sementara itu, hadis dhaif dan maudhu tidak dapat dijadikan sebagai dasar hukum, meskipun hadis dhaif dapat digunakan dalam konteks tertentu, seperti motivasi ibadah (fadha'il amal), asalkan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat.
4. Hubungan Hadis dengan Al-Qur'an
Hadis tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur'an. Sebagai sumber hukum kedua, hadis harus selaras dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dalam Al-Qur'an. Jika terdapat hadis yang bertentangan dengan Al-Qur'an, maka hadis tersebut tidak dapat diterima sebagai sumber hukum.
Contohnya, Al-Qur'an menegaskan bahwa Allah SWT Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Jika terdapat hadis yang menggambarkan Allah SWT dengan sifat yang bertentangan dengan hal ini, maka hadis tersebut dianggap tidak sahih atau palsu.
5. Relevansi Hadis dalam Kehidupan Modern
Meskipun hadis berasal dari abad ke-7 Masehi, relevansinya dalam kehidupan modern tidak dapat diragukan. Hadis memberikan panduan yang lengkap tentang berbagai aspek kehidupan, mulai dari ibadah, muamalah (hubungan sosial), hingga akhlak. Misalnya, hadis tentang pentingnya menjaga kebersihan, kejujuran, dan keadilan tetap relevan hingga saat ini.
Selain itu, hadis juga menjadi dasar bagi ijtihad (penalaran hukum) para ulama dalam menghadapi masalah-masalah kontemporer. Misalnya, hadis tentang prinsip-prinsip umum seperti "tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain" (la darar wa la dirar) digunakan sebagai dasar untuk menetapkan hukum tentang masalah kesehatan, lingkungan, dan teknologi.
Kesimpulan
Kedudukan hadis dalam syariat Islam sangat penting karena ia berfungsi sebagai penjelas, penguat, dan pelengkap terhadap Al-Qur'an. Tanpa hadis, banyak ajaran Islam akan sulit dipahami dan diterapkan secara praktis. Namun, penting untuk memastikan bahwa hadis yang digunakan sebagai sumber hukum memenuhi kriteria kesahihan dan tidak bertentangan dengan Al-Qur'an.
Hadis juga memberikan contoh nyata tentang bagaimana menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, menjadikannya pedoman yang tidak hanya teoritis tetapi juga praktis. Dengan memahami kedudukan dan fungsi hadis, umat Islam dapat menjalankan syariat Islam secara lebih komprehensif dan sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW.