Dr. Ir. Gusti Ayu Putri Saptawati Soekidjo, M.Comm saat ini menjabat Wakil Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB). Namanya menjadi sorotan sejak kisruh aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) Pemilu 2924 semakin ramai.
Sirekap adalah aplikasi yang berfungsi untuk mempublikasikan hasil suara pemelihan umum yang ditampilkan pada real count pada website pemilu2024.kpu.go.id. Namun sejak awal penghitungan suara sementara (quick count) hasil Pemilu 2024 pada tanggal 15 Februari lalu, timbul banyak kontroversi karena terlihat pengurangan dan penambahan jumlah suara yang sangat besar dalam kalkulasi perolehan suara Capres/Cawapres.
Aplikasi Sirekap
Sirekap adalah aplikasi yang berfungsi sebagai sarana publikasi hasil penghitungan suara dan alat bantu rekapitulasi hasil suara Pemilu 2024. Aplikasi ini dianggap sebagai sumber kekacauan dan kecurangan di Pemilu 2024. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyarankan agar publikasi real count Pemilu 2024 melalui Sirekap dihentikan sementara karena banyak ketidaksesuaian perolehan suara di TPS dengan aplikasi Sirekap.
Pakar Rekayasa Perangkat Lunak dan Pengetahuan ITB, Gusti Ayu Putri Saptawati berperan sebagai ketua tim pelaksana proyek Sirekap. Namun kabarnya, proyek yang dijalankan tersebut tak diketahui oleh banyak civitas akademika ITB. Hal ini disampaikan oleh seorang dosen ITB yang mnceritakan bahwa tak banyak yang tahu tentang proyek pengembangan aplikasi Sirekap. Gusti Ayu pun tidak menyertakan ahli kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam proyek ini.
Dilansir dari laporan Majalah Tempo yang berjudul Huru-hara Manipulasi Suara, aplikasi Sirekap dikembangkan pertama kali pada 2020 oleh Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada 2021, KPU membuat nota kesepahaman dengan ITB soal pengembangan teknologi Sirekap. Saat itu proyek pengembangan aplikasi Sirekap menghabiskan dana senilai Rp 3,5 miliar.
Anggaran Sirekap
Sebagaimana termuat dalam Rincian anggaran untuk Sirekap pada dokumen Rincian Kertas Kerja Satker KPU RI T.A 2023, terdapat beberapa mata anggaran terkait dengan Sirekap, antara lain: mata anggaran Bimbingan Teknis Penyelenggaraan Pemungutan, Penghitungan, dan Rekapitulasi Suara, Penetapan Hasil, serta Penggunaan Teknologi Informasi sebesar Rp4,3 miliar, dan Bimtek Penggunaan Teknologi Informasi dalam Tahapan Pemungutan dan Penghitungan Suara, dan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara sebesar Rp2,7 miliar, bahkan termasuk juga mata anggaran Penyiapan Substansi dan Bisnis Proses Penggunaan Sistem Teknologi Informasi dalam Pemungutan, Penghitungan, dan Rekapitulasi Suara Rp723 juta.
Kemudian, anggaran untuk konsultan IT Rp200 juta, pembangunan/pengembangan aplikasi dan mobile di dalam dan luar negeri Rp4,8 miliar, penerapan satu data kepemiluan KPU Rp750 juta, dan anggaran data dan informasi Rp8,2 miliar. Adapun sisanya, terdapat anggaran layanan operasional pelayanan TI sebesar Rp3,3 miliar, pemeliharaan infrastruktur TI Rp965 juta, perpanjangan lisensi firewall Rp910 juta, perpanjangan SSL Rp50 juta, serta dukungan teknologi informasi KPU Rp3,1 miliar.
Anggaran Sirekap yang sangat besar ini menjadi pertanyaan publik. Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari enggan mengungkap biaya pengadaan jasa dengan ITB ntuk mengembangkan Sirekap untuk Pemilu 2024. Namun masyarakat dan peserta Pemilu 2024 kadung geger karena Sirekap yang kacau.
Hasyim mengatakan pihaknya belum memeriksa detail selisih suara yang diperoleh tiap capres-cawapres yang terkonversi di Sirekap dengan suara aslinya di formulir C-Hasil plano di TPS. Dari 2.325 TPS yang terjadi kesalahan, kekeliruan konversi suara tidak cuma terjadi untuk pilpres, tapi juga pemilu legislatif . Hasyim mengklaim akan memperbaiki dan mengkoreksi kesalahan-kesalahan tersebut. Meski demikian, banyak pihak, terutama para kontenstan Pemilu 2023 yang merasa dirugikan. Banyak pihak dari berbagai elemen masyarakat yang menganggap bahwa aplikasi Sirekap menjadi sumber kekacauan dan kecurangan di Pemilu 2024.
Kasus Aplikasi Sirekap
Berdasarkan pantauan hasil investigasi KPU, aplikasi Sirekap menggunakan layanan dengan lokasi server yang berada di Tiogkok, Prancis dan Singapura. Sedangkan layanan cloud Surekap merupakan milik layanan penyedia internet raksasa yakni Alibaba. Di dalam sistem Sirekap juga terdapat celah kerawanan keamanan siber pada website pemilu2024.kpu.go.id, serta tidak memiliki fitur pengecekan kesalahan sistem memasukan data.
Berikut masalah-masalah sistem Sirekap yang menjadi sumber kericuhan:
- Kesalahan masif terjadi di 2.325 TPS
- 11.233 TPS tidak dapat mengakses aplikasi Sirekap
- Jumlah suara yang diunggah tidak sesuai dengan yang tertera di C1 Plano
- Sejumlah suara caleg hilang dan diperjualbelikan oleh oknum KPPS dan PPK
- Tidak akurat dalam membaca data yang diunggah oleh petugas KPPS
Sirekap menunjukkan galat (error) yang sangat masif, padahal Sirekap dan sistem online KPU memiliki fungsi dan peran yang sangat strategis untuk menjamin adanya transparansi dari data perolehan suara. Hal itu guna menghindari tuduhan atau dugaan terjadi kecurangan Pemilu di level yang terstruktur, sistematis, dan masif.
Terlepas dari kekeliruan konversi yang terjadi pada sejumlah TPS, publikasi data perolehan suara di Sirekap akan tetap dilanjutkan sebagai bentuk transparansi. Tapi kemudian lewat Hasyim KPU mengatakan bahwa hasil penghitungan dalam Sirekap tidak akan digunakan sebagai dasar penetapan Pemilu. Lalu untuk apa membuang-buang anggaran sebesar itu untuk membangun sistem yang akhirnya tidak digunakan?
Sumbe: https://www.suaranusantara.co