Sejak diluncurkan pada 2022 lalu, Kurikulum Merdeka telah diimplementasikan oleh lebih dari 140 ribu sekolah. Kurikulum Merdeka yang dikembangkan untuk mendukung pemulihan pembelajaran ini dinilai lebih fleksibel, berfokus pada materi esensial, dan memberikan ruang lebih besar kepada pengembangan karakter dan kompetensi peserta didik.
Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran (Puskurjar), Kemendikbudristek, Zulfikri Anas mengatakan bahwa Kurikulum Merdeka bukan sekedar perubahan dokumen dan administrasi, tetapi lebih kepada peningkatan kualitas belajar peserta didik dan meningkatkan kualitas hubungan guru dengan para peserta didiknya.
“Penekanannya di sini adalah seberapa jauh terjadinya perubahan proses belajar supaya penuntasan penyampaian materi sekarang lebih kepada pelayanan terhadap anak sehingga setiap anak dapat menemukan cara terbaik bagi dirinya untuk tumbuh dan berkembang,” ujarnya dalam webinar Silaturahmi Merdeka Belajar (SMB) dengan topik “Kurikulum Merdeka, Pembelajaran Berkualitas bagi Semua”, Kamis 26/1/2023
Pada kesempatan yang sama, Guru SMAN 1 Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, Taman Firdaus, berbagi pengalaman sebagai guru yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka di sekolahnya sejak tahun lalu. Ia mengungkapkan, pembelajaran di sekolah kini terasa lebih bermakna. “Dengan penerapan Kurikulum Merdeka, guru menjadi lebih leluasa untuk merencanakan pembelajaran yang bermakna pada murid,” ungkap Taman.
Menurutnya, Kurikulum Merdeka lahir dengan prinsip yang memerdekakan, memberdayakan, dan menguatkan kolaborasi. Kemudian dari sisi guru, guru diberikan ruang untuk merencanakan pembelajaran berlandaskan dari kebutuhan nyata para peserta didik. “Jadi, di sini bukan soal sekadar bagaimana memerdekakan murid dalam belajar, tetapi bagaimana seorang guru itu dapat berdaya terlebih dahulu dalam merencanakan rancangan pembelajaran yang bermakna,” katanya.
Taman Firdaus menambahkan, Kurikulum Merdeka merupakan konsep penyederhanaan konten. Para guru membutuhkan waktu tersendiri, khususnya untuk melakukan pemetaan dan kebutuhan belajar murid.
Dengan asesmen awal yang sederhana dan dengan pertanyaan-pertanyaan yang sederhana, informasi yang didapatkan oleh guru akan bermakna dalam memberikan layanan pembelajaran yang berdiferensiasi bagi murid sesuai dengan kebutuhan belajarnya.
Ketua Umum Pengurus Pusat Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini (HIMPAUDI), Netti Herawati, mengatakan sudah tepat ketika Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) memunculkan kebijakan Merdeka Belajar. “Istilahnya dalam kondisi di mana maraknya calistung akademik, Lembar Kerja Siswa (LKS) yang menekan kreativitas, penyeragaman yang mengikis potensi keunikan lokal, bahkan mengikis fitrah yang diberikan kepada anak dan juga penyeragaman pembelajaran, branding ini pas diterima oleh kita semua, yang artinya IKM diterima oleh kita semua,” ungkap Netti.
Ia mengatakan, saat ini implementasi Kurikulum Merdeka pada satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) tidak dapat diterapkan dengan satu model, satu cara, atau satu jawaban. Berdasarkan survei HIMPAUDI yang dilakukan dengan Kemendikbudristek, dari 117.632 guru yang disurvei, ada 29,6 persen guru yang belum pernah mengikuti pelatihan; 53,4 persen guru pernah mengikuti satu kali pelatihan; dan hanya 11 persen guru yang mengikuti dua kali pelatihan. “Maka, ini akan berbeda-beda penerimaannya, ada yang langsung menerima, menindaklanjuti dengan respons yang cepat (maupun sebaliknya),” terangnya.
Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta Nasional, Ki Saur Panjaitan XIII, mengatakan, apabila dipandang dari sisi sekolah swasta, Kurikulum Merdeka berfokus pada siswa. Menurutnya, siswa memiliki kodrat yang berbeda, keunikan sendiri, kodrat alam yang berbeda-beda di tiap daerah, serta kodrat perbedaan zaman. “Jadi, lain tahun lain pula zamannya, kurikulum itu tidak bisa disamakan semuanya sehingga kami berpendapat bahwa kebijakan Kurikulum Merdeka ini menyesuaikan dengan kodrat alam, kodrat anak, dan kodrat zaman. Ini cukup kita apresiasi,” ujar Ki Saur.
Ia menegaskan, apapun kurikulumnya, guru adalah motor yang paling utama. Dalam konsep pembelajaran berkualitas, implementasi kurikulum dimulai dari guru. “Dari pamongnya, istilah Taman Siswa, para kepala sekolah sebagai pimpinan di satuan unit pendidikan yang menjadi pemain kunci, dan duet maut antara kepala sekolah dengan guru itulah yang menjadi penentu keberhasilan Implementasi Kurikulum Merdeka,” tegasnya. Ia juga mengungkapkan, Badan Musyawarah Perguruan Swasta Nasional menyambut baik hadirnya Kurikulum Merdeka. Ia berharap kebijakan ini bisa dilakukan dengan baik dan hasilnya sesuai dengan harapan.
Pada tahun 2023 ini, Kemendikbudristek kembali membuka pendaftaran bagi sekolah-sekolah yang ingin mengimplementasikan Kurikulum Merdeka untuk Tahun Ajaran 2023/2024. Masyarakat dapat mengakses informasi lebih lanjut melalui laman kurikulum.kemdikbud.go.id. (Desliana Maulipaksi/ Sumber: kemdikbud.go.id)