Guru adalah profesi yang termasuk kategori profesi yang penuh tekanan. Pada kategori itu pun, guru lebih sering mengalami stres. Riset National Foundation for Educational Research (2019) di Inggris menunjukkan 1 dari 5 guru mengalami stres pada hampir seluruh waktu bekerjanya, lebih tinggi dibandingkan profesi lain pada kategori yang sama, 1 dari 8 orang.
Mengapa guru mengalami banyak tekanan?
Ada sejumlah tantangan dan pengalaman yang menyebabkan guru merasa stres. Mulai dari tantangan dalam menghadapi puluhan murid pada waktu yang bersamaan; puluhan orangtua dengan beragam karakteristik; tuntutan dari manajemen pendidikan untuk mencapai target sekolah/madrasah dan pemerintah; beradaptasi dengan sejumlah perubahan, seperti kebijakan, isu sosial, dan teknologi; memadukan tuntutan kurikulum dengan kebutuhan murid; mendapat tanggung jawab besar tapi seringkali otonominya dibatasi banyak pihak; sering kali masih bekerja di malam hari dan akhir pekan; tidak jarang menggunakan uang pribadi untuk peralatan pembelajaran muridnya, dan lain sebagainya.
Apa akibatnya?
Pertama, kita sebagai guru dapat mengalami pengalaman menderita mengajar, merasa tidak berdaya dalam menjalankan tanggung jawab sebagai pendidik. Stres membuat guru menjadi lebih mudah marah, bersikap emosional, panik ketika ada tantangan, enggan mempelajari hal baru hingga menurunnya kualitas hidup dan relasi sosial. Pada ujungnya, stres akan menjadi sumber berbagai penyakit fisik yang sangat mungkin dialami oleh guru.
Kedua, lebih jauh lagi, stres pada guru akan berdampak pada kualitas pembelajaran yang dialami oleh murid. Murid pun mengalami pengalaman menderita belajar, merasa tidak berdaya dalam proses pembelajaran. Murid jadi merasa tidak aman dan tidak dipahami sehingga melahirkan respons murid yang enggan belajar, tidak percaya diri dalam berpendapat, hingga membuat kegaduhan sendiri. Pada akhirnya, murid pun tidak sepenuhnya bisa mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Padahal sebagai pendidik, kita mempunyai harapan yang indah baik terhadap diri sendiri maupun terhadap murid-murid kita.
Guru semangat mengajar, tangguh menghadapi tantangan, mandiri mencari solusi, reflektif terhadap kesalahan, adaptif melakukan perbaikan, maupun murid belajar dengan kemauan sendiri, tangguh menghadapi tantangan, mandiri mengatasi kesulitan, reflektif terhadap kesalahan, dan adaptif melakukan perbaikan.
Sejumlah harapan tersebut pada dasarnya menggambarkan merdeka belajar (self regulated learning), yaitu suatu kapasitas untuk mengatur sendiri suatu urusan yang menjadi tanggung jawab kita.
Bekal dasar menjadi pendidik merdeka belajar adalah motivasi diri. Barang siapa yang mampu memotivasi diri niscaya akan lebih merdeka belajar. Mereka yang merdeka belajar relatif bisa mengatasi kesulitan, tahan terhadap stres, dan memiliki kinerja yang lebih baik (lihat Mujis dan Bokhove, 2020; Skibbe dkk., 2019). Oleh karena itu, mari berlatih menumbuhkan motivasi melalui materi yang sudah dijelaskan sebelumnya.