Dalam konteks berpikir kritis, kita akan menemui istilah berpikir divergen dan konvergen. Berpikir divergen adalah kemampuan untuk memunculkan beragam alternatif pemecahan masalah (Vincent, Decker, Mumford, 2002).
Contoh berpikir divergen adalah menemukan banyak ide untuk memanfaatkan kertas bekas, bisa menjadi bungkus gorengan, ganjal kaki meja, topi, kipas, bola mainan, kertas baru setelah didaur ulang, rumah boneka, dan lain lain.
Sementara, berpikir konvergen adalah proses memunculkan satu kemungkinan solusi pada suatu masalah (Colzato, Ozturk, Hommel, 2012). Colzato mencontohkan tugas yang membutuhkan penggunaan logika, seperti mencari persamaan dari ‘waktu’ dan ‘rambut’. Jawabannya adalah ‘sama-sama bisa pendek maupun panjang’.
Pemecahan masalah membutuhkan kemampuan berpikir konvergen untuk bisa memilih, memilah, dan mencari alternatif terbaik. Jika tidak punya kemampuan ini, maka individu akan sulit memecahkan masalah secara baik. Supaya orang seperti ini bisa memecahkan masalah secara kreatif, maka dia perlu didukung juga dengan kemampuan berpikir divergen. Semakin tinggi kemampuan berpikir divergennya, semakin banyak ide-ide muncul, maka semakin banyak juga kemungkinan memilih pemecahan masalah yang kreatif.
Di sisi lain, bagaimana jika seseorang memiliki kemampuan berpikir divergen yang tinggi namun berpikir konvergennya rendah? Pada kasus seperti ini, ide bisa banyak sekali bermunculan, tetapi belum tentu akan menghasilkan pemecahan masalah yang tepat. Jadi, agar ide kita betul-betul bermanfaat, kita perlu mengembangkan kemampuan berpikir divergen dan juga konvergen.
Semakin banyak ide kreatif, maka jawaban atau solusi akhirnya juga bisa kreatif. Sebaliknya, kalau ide hanya sedikit (karena tidak berpikir divergen), maka jawaban akhirnya sangat mungkin tidak kreatif juga. Pada kondisi tersebut terlihat bahwa ada saat yang tepat untuk berpikir divergen, dan ada saat untuk berpikir konvergen. Pada saat kita perlu menggali ide sebanyak-banyaknya, atau berpikir divergen, janganlah kita membatasi diri dengan pemikiran-pemikiran konvergen yang dapat menghalangi ide yang mengalir bebas. Saat berpikir divergen ide perlu mengalir secara lancar tanpa kecemasan akan batasan tertentu, sehingga ada keberanian untuk memunculkan ide unik yang baru, dan bisa fleksibel berpindah dari satu topik ke topik lain. Kata kuncinya adalah fluency (kelancaran), originality (keunikan dan originalitas), serta flexibility (keluwesan). Saat berpikir divergen, keluarkan saja ide-ide apapun, seaneh apapun yang muncul, dan catatlah semua alternatif itu.
Brainstorming atau curah pendapat adalah salah satu kegiatan berpikir divergen. Kegiatan ini bisa dilakukan sendiri dan bisa juga berkelompok. Prinsipnya sama: Jangan terlalu cepat ”menyensor” ide yang muncul secara spontan. Jika Bapak/Ibu memimpin kegiatan brainstorming atau curah pendapat bersama siswa atau juga rekan, ciptakan suasana nyaman agar seluruh ide bisa tercurah.
Misalnya, saat ada ide muncul, pemimpin curah pendapat bisa memberi respon seperti ini: “Bagus, bagus! Apa lagi ya?” “Wah, menarik! Bisa ditambah apa lagi, ya?” “Cakep! Ada ide lain tidak supaya kita punya tabungan ide lebih banyak?”. Respon-respon tersebut mendukung tambahan ide, tanpa menyatakan bahwa ide sebelumnya kurang baik. Tentunya, sepanjang curah pendapat itu, peserta harus percaya bahwa pemimpin akan menghargai serta mencatat dan mempertimbangkan semua ide. Dan kepercayaan itu, akan muncul jika didukung perkataan, perbuatan serta ekspresi pemimpin curah pendapat. Itu adalah tahap berpikir divergen.
Berpikir konvergen terjadi pada tahap berikutnya, setelah memiliki banyak ide alternatif kita menganalisis setiap alternatif menggunakan sejumlah kriteria. Pada akhirnya, kita akan memilih alternatif yang paling cocok dengan kriteria yang kita tetapkan. Mari kita simak contoh berikut ini:
Contoh Penerapan:
Ima akan ulangan Matematika dalam 3 hari kedepan. Ima memiliki beberapa ide untuk membantu ia belajar matematika:
1. Mengikuti kelas tambahan yang diberikan oleh guru di sekolah
2. Meminta waktu teman yang paham matematika untuk berdiskusi bersama
3. Diskusi soal matematika di grup chat
4. Mengerjakan soal tambahan dari internet
5. Mengumpulkan video dari internet untuk topik matematika
Setelah itu Ima masuk ke tahap berpikir konvergen. Kriteria yang digunakan Ima ada dua, yaitu yang membutuhkan waktu paling sebentar mengingat banyak tugas dari mata pelajar lain, bisa dilakukan di mana saja sesegera mungkin. Maka alternatif yang paling tepat adalah diskusi soal matematika di grup chat dan mengumpulkan video penyelesaian soal di internet. Karena memudahkan Ima untuk belajar dan berdiskusi di mana saja.
Apa yang terjadi kalau saat berpikir divergen terjadi gangguan oleh pemikiran konvergen?
Jika hal itu terjadi, maka ide-ide yang semula sudah hampir muncul dari otak kita jadi batal muncul. Kita seperti “menyensor” pemikiran kita sendiri, bahkan sebelum pikiran itu dilahirkan. Padahal, bisa saja ide yang tidak jadi lahir itu adalah cikal bakal dari ide lain yang lebih brilian. Oleh karena itu, mari kita biasakan memberi kesempatan diri kita untuk menggali pemikiran divergen sebanyakbanyaknya, sebelum pindah ke tahap analisis dan evaluasi ide dengan berpikir konvergen.
Tips sederhana dari saya saat berpikir divergen: percayalah bahwa semua ada waktunya. Jadi, jangan takut mengeluarkan ide buruk, karena memikirkan baik atau buruk itu waktunya adalah nanti. Saat ini, semua ide adalah ide saja. Kalaupun ternyata ide awalnya kurang bagus, nanti akan ada waktunya untuk merevisi, kita bisa menambahkan dan memodifikasi ide itu. Selamat mencoba!
Oleh: L. Harini Tunjungsari, M.Psi, Psikolog