Generasi Digital Native adalah mereka yang terlahir di era teknologi digital, aktivitas yang dilakukan membutuhkan peralatan teknologi sebagai media bantu. Salah satu karakteristik generasi digital native adalah kemampuan dalam menggunakan teknologi komputer dan mobile smartphone dengan mudah, baik untuk menelusuri informasi maupun hiburan, seperti browsing, chatting, dan yang paling digemari adalah bermain game melalui komputer maupun perangkat mobile.
Game mobile merupakan aplikasi game berbasis sistem komputer yang terpasang di smartphone maupun gadget dan memungkinkan seseorang untuk memainkannya di berbagai tempat. Dalam banyak penelitian, diungkapkan bahwa game memiliki potensi yang besar untuk digunakan sebagai media pembelajaran.
Hal ini sangat mungkin karena dalam game terdapat rule (peraturan) dan task (tugas) yang harus diselesaikan untuk mencapai goal (tujuan). Dengan memasukkan unsur pedagogik dan materi pembelajaran, game dapat menjadikan siswa (sebagai pemain game) tidak sadar bahwa mereka sedang belajar.
Atmosfer belajar pun menjadi lebih menyenangkan karena lebih aktif dan interaktif serta tidak terpaku pada model pembelajaran yang berpusat pada guru.
Penggunaan game sebagai media pembelajaran dapat digunakan sebagai alternative untuk meningkatkan suasana belajar siswa generasi digital native.
Digital Native dan Karakteristiknya
Seperti yang disampaikan oleh Prensky (2001), digital native merupakan istilah yang digunakan untuk orang-orang yang terlahir di era teknologi digital komputer dan aplikasinya seperti internet, video game, pesan singkat, email, dan sejenisnya. Bahkan, dikatakan bahwa mereka adalah “native speaker” dari bahasa digital komputer, yaitu penutur asli dari terciptanya teknologi digital ini. Sementara orang yang terlahir sebelum era digital ini disebut sebagai digital immigrant. Perbedaan terlihat dari kemampuan mereka dalam beradaptasi dengan teknologi digital. Generasi digital native lebih mudah dan aktif memanfaatkan perangkat teknologi, sementara digital immigrant memerlukan waktu untuk memahaminya.
Prensky tidak menyebutkan secara pasti kapan tahun lahir generasi digital native, tetapi Akçayır (2016) secara pasti mengatakan dalam artikelnya bahwa generasi digital native lahir setelah tahun 1980. Penelitian yang melibatkan 560 mahasiswa dari Turki dan Kirgistan tersebut dilakukan dengan cara mengamati perilaku dan kemampuan mereka dalam menggunakan teknologi. Hasilnya menunjukkan bahwa mereka secara aktif menggunakan komputer dan internet. Digital native tidak bergantung pada jenis kelamin atau disiplin ilmu yang dipelajari.
Karakteristik dari generasi digital native antara lain sebagai berikut:
a. Kemampuan multi-tasking (melakukan beberapa pekerjaan dalam satu waktu) sangat tinggi.
b. Cenderung ingin memperoleh suatu informasi secara cepat sehingga kadang tidak memberikan toleransi terhadap sesuatu yang bersifat terlambat.
c. Cenderung lebih mudah memahami gambar dibanding teks. Akibatnya, menonton film dianggap lebih menyenangkan daripada harus membaca buku sejarah berlembar-lembar.
d. Lebih suka mempelajari sesuatu yang bersifat aktif dan interaktif melalui kegiatan nyata. Bermain game lebih disukai dibanding harus mendengarkan cerita.
e. Penghargaan (reward) adalah sesuatu yang mereka harapkan ketika berhasil menyelesaikan sesuatu. Reward membuat mereka merasa usahanya dihargai.
f. Harapan bahwa teknologi adalah bagian dari hidupnya merupakan bagian yang paling menonjol. Mereka berharap dapat menyelesaikan apapun dengan mudah melalui teknologi.
Pembelajaran Berbasis Game
Perkembangan teknologi digital komputer menjadikan penelitian terkait game komputer juga semakin meningkat. Lebih spesifik, penggunaan game komputer sebagai media pembelajaran juga dilakukan, sehingga muncul istilah game-based learning atau pembelajaran berbasis game, yaitu memanfaatkan game sebagai media pembelajaran.
Salah satu penelitian terkait pembelajaran berbasis game ini adalah Tobias (2014), yang menjelaskan bahwa transfer pengetahuan dari game komputer dapat dilakukan dengan cara merancang game yang berisi konten pembelajaran. Konten tersebut tentunya harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, sehingga hasil akhir yang diharapkan tidak melenceng jauh dari tujuan awal. Sebagai contoh aplikasi game “Math-City” yang dirancang oleh Polycarpou (2010) memungkinkan para siswa (K-12) di Amerika melakukan simulasi pembangunan kota. Dalam game tersebut, konten pembelajaran dengan topik matematika dimasukkan. Selain itu, konsep energi terbarukan juga dikenalkan sejak dini. Dengan demikian, mereka dapat belajar matematika dan sumberdaya energi serta bermain game secara paralel tanpa merasa bahwa mereka juga sedang belajar.
Game Edukasi sebagai Media Pembelajaran
Berbagai jenis game dapat dengan mudah ditemukan di sekitar kita, namun tidak semua game tersebut aman untuk dimainkan dan digunakan sebagai media pembelajaran. Game yang berisi konten edukasi dan dapat digunakan sebagai media pembelajaran disebut sebagi game edukasi. Perancangan model game edukasi menurut Ibrahim (2009) melibatkan tiga faktor utama, yaitu:
(1) game design (desain permainan)
(2) pedagogy, dan,
(3) learning content modelling (pemodelan konten pembelajaran), seperti yang ditunjukkan pada Gambar dibawah ini.
Model perancangan game edukasi (Ibrahim, 2009). |