Sebelumnya, kita telah membahas mengenai latihan refleksi untuk peserta didik. Ketika refleksi, kita terang-terangan meminta peserta didik untuk berpikir kritis. Namun, berpikir kritis tidak bisa dipraktikkan hanya ketika diminta.
Pikiran kita harus selalu dalam kondisi siaga dan terus mengasahnya dengan berpikir kritis hingga menjadi seperti “refleks”. Kerangka ini dikembangkan oleh Common Sense, suatu organisasi nirlaba yang bermisi mengedukasi masyarakat tentang menggunakan internet dengan baik dan bertanggung jawab. Asalnya lima disiplin ini dirancang untuk pengguna internet bijaksana dan bertanggung jawab dalam menyikapi banjir informasi di internet, tapi kelima disiplin ini sendiri merupakan cerminan berpikir kritis, sehingga bisa kita praktikkan di luar konteks kita sedang merambah internet.
5 Disiplin Berpikir Kritis terhadap Informasi
1. Pelan-pelan dan berefleksi
Disiplin berpikir kritis pertama adalah pelan-pelan dan berefleksi. Setiap kali kita menerima informasi, otak kita secara tangkas mengambil keputusan: setuju, menolak, atau tunda dulu. Reaksi “setuju” dan “menolak” cenderung terjadi sangat cepat, seperti refleks, tapi tidak selalu yang terbaik. Malah, keputusan reaktif kita cenderung terkontaminasi bias.
Reaksi yang ideal adalah untuk selalu “menunda dulu” keputusan kita, walaupun hanya beberapa detik, tergantung kebutuhan. Untuk informasi yang sulit dan kompleks, bahkan kita mungkin perlu menunda keputusan beberapa menit, jam, atau hari.
2. Terbuka terhadap sudut pandang lain
Kedua adalah disiplin terbuka terhadap sudut pandang lain. Seperti kita bahas di topik “Langkah Penyelesaian Masalah”, satu “masalah” bisa diterjemahkan menjadi banyak “rumusan masalah”. Ini karena suatu kejadian bisa dilihat dari banyak sudut pandang. Begitu pula dengan informasi yang kita terima. Satu informasi mungkin baru mewakili satu sudut pandang. Pasti ada sudut pandang lain, walaupun pada saat itu kita belum tahu atau belum sadar. Anggap saja kita selalu belum tahu atau belum sadar, jadi kita selalu siap pikiran untuk mencari dan menyimak sudut pandang lain
3. Mencari fakta dan bukti pendukung
Kemudian, terdapat disiplin mencari fakta dan bukti pendukung. Dalam disiplin ini, berpikir kritis adalah membedakan yang fakta dan opini. Fakta merupakan informasi yang mencerminkan kenyataan (contoh: Pantun yang dibuat oleh peserta didik sudah sesuai dengan pola a-b-a-b). Pada sisi lain, opini adalah interpretasi terhadap fakta (contoh: Pantun kamu bagus). Sehari-hari, fakta dan opini bercampur-campur.
Dalam menggali fakta dan bukti, jangan hanya bergantung pada satu sumber saja. Setelah mencari informasi ke sumber yang familiar, kita bisa mencari informasi ke sumber yang tidak familiar. Semakin bervariasi temuan kita, keputusan kita akan semakin objektif.
4. Disiplin antisipasi terhadap berbagai dampak
Selanjutnya, terdapat disiplin antisipasi terhadap berbagai dampak. Setelah kita punya cukup informasi, barulah kita mengambil keputusan: setuju atau menolak informasi tadi. Setiap keputusan ada dampaknya. Kenalilah dampak-dampak tersebut tersebut. Kita akan mendapat atau kehilangan dukungan, ada tindakan yang harus dilakukan atau ditinggalkan, atau buku yang harus dibaca lebih dahulu, ada pertanyaan yang harus dijawab segera, dan seterusnya.
5. Bertanggung jawab terhadap keputusan
Disiplin berpikir kritis yang terakhir adalah bertanggung jawab terhadap keputusan. Apapun keputusan, sikap, dan tindak lanjut kita terhadap informasi, kita akan perlu bertanggung jawab. Orang mungkin bertanya pada kita, “Mengapa menurut kamu begitu”. Di sinilah kita menuai upaya berpikir kritis kita. Jika proses kita menghayati informasi didampingi berpikir kritis, kita akan terhindar dari meneruskan informasi yang keliru. Dalam hal, kita menunjukkan tanggung jawab dengan memberikan atau meneruskan informasi yang paling valid.
Demikian kelima disiplin digital citizenship. Sama seperti pembahasanpembahasan sebelumnya, semua orang bisa mempraktikkan kelima disiplin ini. Semakin sering dipraktikkan, semakin berpikir kritis kita menjadi (seperti) “refleks”.
Sumber: Websis for Edu dan V&V Communication untuk Program Semangat Guru 2