Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang mengkaitkan materi pembelajaran dengan konteks dunia nyata yang dihadapi siswa sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja, sehingga siswa mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Jhonson (2006: 15) mengungkapkan bahwa pendekatan kontekstual adalah pembelajaran yang bertujuan menolong siswa melihat makna di dalam materi akademik dengan konteks kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Ini dapat dimaknai, siswa dapat mengaitkan pembelajaran di dalam kelas dengan lingkungan masyarakat dimana siswa tinggal untuk menemukan konteks pemaknaan yang dimaksud.
Komponen Utama Model Pembelajaran Kontekstual
Ada Tujuh Komponen Utama Model Pembelajaran Kontekstual yaitu kontruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menyelidiki (inquiry), masyarakatbelajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian autentik (authentic assessment).
1) Konstruktivisme (Contructivism )
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan CTL, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan permasalahan, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya.
Untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan:
a) Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.
b) Memberikan kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri.
c) Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi sendiri dalam belajar.
2) Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis pendekatan CTL. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:
a) Menggali informasi, baik administrasi maupun akademik.
b) Melihat pemahaman siswa.
c) Membangkitkan respon pada siswa.
d) Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa.
e) Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa.
f) Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru.
g) Menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
3) Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan siswa diharapkan bukan hanya hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi juga hasil dari menemukan sendiri. Siklus Inquiry adalah:
a) Observasi
b) Bertanya
c) Mengajukan pertanyaan
d) Pengumpulan data
e) Penyimpulan
Kata kunci dari strategi inquiry adalah menemukan sendiri, adapun langkah-langkah kegiatan menemukan sendiri adalah:
a) Merumuskan masalah dalam mata pelajaran apapun.
b) Mengamati atau melakukan observasi.
c) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan dan karya lainnya.
d) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompokkelompok yang heterogen. Siswa yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberitahu yang belum tahu. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberikan informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.
5) Pemodelan (Modeling)
Pemodelan artinya dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu ada model yang bisa ditiru.
Model memberi peluang bagi guru untuk memberi contoh mengerjakan sesuatu, dengan begitu guru memberi model tentang bagaimana cara belajar. Dalam pendekatan CTL, guru bukan satusatunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses belajar. Pengetahuan yang dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit sehingga semakin berkembang. Guru perlu melaksanakan refleksi diakhir program pembelajaran.
7) Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment ) adalah kegiatan menilai siswa yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian. Karakteristik authentic assessment adalah:
a) Penilaian dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.
b) Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif.
c) Keterampilan dan performansi merupakan ukuran, bukan hanya mengingat fakta.
d) Penilaian dilaksanakan secara berkesinambungan terintegrasi.
e) Hasil penilaian dapat digunakan sebagai umpan balik.