Hari ini saya dan teman-teman PSI Bandung mendampingi adik-adik santriwati para saksi dari kebiadaban oknum pemilik dan pengurus pondok tahfiz al-Ikhlas, Yayasan Manarul Huda Antapani dan Madani Boarding School Cibiru bernama HW.
HW telah ditangkap dan tengah diadili di persidangan untuk kejahatannya yang merupakan pelanggaran atas Pasal 81 ayat 1 dan 3 Jo pasal 76 D UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo pasal 65 (1) KUHP.
Setelah mendapatkan laporan dari orang tua korban dan orang tua saksi yang merupakan santriwati pondok yang diampu HW, kami mencoba melakukan penelusuran media mengenai kasus ini.
Para orang tua korban dan saksi mengaku gelisah sebab setelah membuat laporan polisi dan dilakukan penangkapan pada tanggal 18 Mei 2021 mereka tidak lagi mendapat kabar mengenai perkembangan kasus yang telah mereka laporkan.
Tidak ada pemberitaan media dan tidak ada laporan perkembangan kasus membuat para orang tua korban yang tinggal di Garut umumnya menjadi gusar. Mereka mengaku bingung dengan nasib anak-anak mereka dan bayi yang sudah dilahirkan dari perbuatan bejat HW.
Komite Solidaritas Pelindung Perempuan dan Anak Partai Solidaritas Indonesia (KSPPA PSI) memutuskan turun langsung mengawal kasus yang mengusik rasa kemanusiaan ini. KSPPA PSI mendapat mandat dengan surat kuasa dari orang tua saksi anak untuk mendampingi di persidangan. Sungguh ini adalah kejahatan kemanusiaan yang tidak bisa diabaikan dan dianggap sepele.
Bayangkan saja, laporan dari orang tua korban menyebutkan para santriwati yang menjadi korban rata-rata berusia belasan (13-16 tahun), 8 di antaranya telah melahirkan bayi, bahkan satu anak ada yang telah melahirkan 2 bayi.
Setelah mendapatkan laporan ini, KSPPA PSI bersama dengan Pengurus PSI dan Aleg PSI kota Bandung bro Yoel Yosaphat mengagendakan audiensi ke UPTD PPA Jabar. Dari audiensi ini kami memperoleh informasi yang sangat terbatas soal perkembangan kasus. Data dari UPTD PPA menyebut korban sebanyak 13 orang dan bayi yang dilahirkan sebanyak 5 orang.
Deviasi angka dan data ini membuat kami merasa perlu melakukan investigasi langsung secara mandiri. Sabtu, 4 Desember kemarin, saya dan sis Karen Pooroe, bersama teman-teman PSI Bandung mendatangi TKP yang merupakan pondok tempat tinggal dan tempat belajar para santriwati. Di sana kami bertanya dengan warga sekitar tentang aktivitas yang mereka ketahui di Pondok tersebut. Dimulai dari Pondok di bilangan Komplek Sinergi Antapani, Jl. Suka Nagar Antapani, lalu di Cibiru.
Penduduk sekitar mengaku sering melihat keanehan dari pondok tersebut. Beberapa warga yang tinggal persis di depan rumah atau pondok pendampungan santriwati itu mengaku sering melihat santriwati terlihat ketakutan dan langsung masuk ke dalam rumah setiap kali HW pulang.
Tampak seperti ada pembatasan untuk berbicara dan berkomunikasi bagi santriwati dengan para tetangga. Namun warga mengatakan, seorang anak berusia 9 tahun, berkulit hitam manis, asal Papua sering terlihat menangis dan mengadu kepadanya bahwa dia sering didorong dan dimarahi.
Warga juga menuturkan bahwa para tetangga selalu memberi bantuan, baik berupa uang, makanan dan barang ke isteri HW. Karena mereka memang selalu membuat pengumuman menerima donasi untuk para anak yatim piatu yang mereka asuh.
Kejanggalan lain yang dilihat warga adalah, keberadaan anak-anak balita yang dia lihat berparas mirip dengan HW, padahal usia para balita seperti sepantaran. Hal lainnya yang mengundang tanya adalah, kebiasaan para santriwati bekerja sehari-hari. Mereka tampak lebih sering bekerja daripada belajar. Mulai dari mencuci, menjemur pakaian, bersih-bersih, sampai mengaduk semen untuk membangun pagar.
Hal yang sama dituturkan warga yang tinggal di sekitar Pondok milik HW yang lain, di Cibiru. Warga mengaku tidak pernah berinteraksi dengan pihak pondok dan santriwati karena semua terlihat tertutup dan pendiam. Namun, sehari-hari para santriwati terlihat sibuk bekerja. Bahkan sampai bekerja mengangkat dan mengaduk semen serta membangun bangunan pondok. Padahal mereka adalah anak perempuan dan masih kecil.
Keterangan dari warga ini membuat darah kami semakin mendidih. Bertahun-tahun HW telah memperdayai anak-anak malang ini. Mengeksploitasi mereka secara fisik dan seksual. Menghancurkan harga diri dan masa depan mereka. Kita tidak pernah tau jumlah korban sebenarnya. Sebab ada banyak santriwati yang juga sudah keluar dan pergi entah kemana. Dan kejadian ini sudah berlangsung bertahun-tahun.
Pelaku dikenal sebagai tokoh masyarakat. Informasi yang kami peroleh dari MUI Jabar saat kami temui, pelaku merupakan Ketua Forum Pondok Pesantren di Bandung. Ini dikuatkan juga dengan plang-plang yang terdapat di bangunan pondok.
Mari sama-sama kawal kasus ini agar pelaku bisa dihukum maksimal. Bahkan dia pantas untuk mendapat hukuman tambahan berupa kebiri kimia, karena perbuatannya ini sudah melampaui batas kemanusiaan. Ini adalah kejahatan kemanusiaan yang patut mendapat perhatian kita semua.
Bersama kita lawan kekerasan seksual terhadap anak! Salam Solidaritas!
Sumber : FB Mary Silvita
Link FB : https://www.facebook.com/mary.silvita