Praktik Baik Literasi dan Numerasi di Lingkungan Keluarga
Literasi dan numerasi adalah sebuah konsep penting yang saat ini dibutuhkan untuk salah satunya peningkatan sumber daya manusia Indonesia.
Dalam konteks saat ini, literasi dan numerasi mencakup tidak hanya kemampuan membaca, menulis dan juga berhitung. Namun, literasi dan numerasi dimaknai sebagai kecakapan hidup yang mencakup banyak aspek kehidupan manusia. Salah satu indikator yang dipergunakan dalam mengukur negara maju adalah dengan melihat tingkat literasi dan juga kehidupan masyarakatnya.
Agar dapat berdiri sejajar dengan negara-negara maju, perlu adanya upaya serius dalam meningkatkan literasi dan numerasi bangsa demi menyokong tercapainya kecerdasan kolektif masyarakat Indonesia (Idrus, Tamrin, & Ramli, 2020).
Terlebih dalam persaingan konteks global khususnya di bidang pendidikan, literasi dan numerasi dipandang sebagai kebutuhan yang urgen dikuasai oleh semua pemangku kepentingan, termasuk di antaranya pemangku kepentingan internal seperti guru, siswa, orang tua, dan ekosistem sekolah.
Namun kenyataannya, masih terjadi banyaknya miskonsepsi yang terjadi di kalangan masyarakat luas. Secara praktis, miskonsepsi terjadi disebabkan oleh pemahaman yang berbeda dengan konsep ilmiah yang baku.
Miskonsepsi terjadi ketika seseorang yang tidak menganut konsep ilmiah yang diakui oleh para ahli. Selanjutnya miskonsepsi menyangkut penyimpangan dari sesuatu yang benar, sistematis, konsisten atau insidental dalam situasi tertentu.
Secara khusus, kesalahpahaman muncul ketika seseorang memiliki pemahaman yang berbeda tentang konsep ini dan berbeda dengan pemahaman yang berlaku secara umum dalam komunitas ilmiah (Kose, 2008; Suparno, 2013; Wafiyah, 2012).
Miskonsepsi terjadi disebabkan belum paripurnanya pemahaman mengenai literasi dan numerasi itu sendiri. Setiap konsep saling mempunyai keterlibatan antara yang satu dengan yang lainnya. Semisal jika pemahaman mengenai konsep literasi dan numerasi sudah berada dalam pemahaman yang utuh, dengan demikian para pemangku kepentingan bisa melanjutkan dan memahami konsep literasi dan numerasi berikutnya.
Namun sebaliknya, kesalahan pemahaman di dalam sebuah konsep dapat mengakibatkan kesalaham pemahaman konsep-konsep berikutnya. Sayangnya, miskonsepsi inipun terjadi di dalam literasi dan numerasi dan tidak hanya terjadi di lingkungan berskala besar namun juga terjadi di lingkungan kecil, dalam hal ini keluarga.
Miskonsepsi Praktik Baik Literasi dan Numerasi di Lingkungan Keluarga
Miskonsepsi pertama
“Literasi dan numerasi menjadi tanggung jawab sekolah, bukan keluarga”
Miskonsepsi yang pertama yaitu miskonsepsi pemahaman bahwa literasi dan numerasi menjadi tanggung jawab sekolah, bukan keluarga. Keluarga merupakan sarana sekolah pertama bagi peserta didik dan memegang peranan penting terhadap tumbuh kembang Pendidikan peserta didik, terutama di bidang literasi dan numerasi. Dengan kuantitas waktu yang dimiliki peserta didik di lingkungan pendidikan keluarga dibandingkan dengan waktu pendidikan formal di sekolah, diharapkan keluarga menjadi motor penggerak literasi dan numerasi peserta didik. Literasi dan numerasi harus diawali dari unit terkecil di lingkup keluarga untuk kemudian bisa menggelinding menjadi bola salju dan berefek positif terhadap literasi dan numerasi di lingkungan yang lebih besar di konteks masyarakat dan negara.
Miskonsepsi Kedua
“Rumah dianggap sebagai tempat tumbuh kembangnya fisik peserta didik semata, bukan sumber pembelajaran yang sangat berpotensi meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi peserta didik”
Sementara itu, miskonsepsi kedua yakni mengenai tidak potensialnya rumah sebagai sumber pembelajaran literasi dan numerasi. Rumah dianggap sebagai tempat tumbuh kembang fisik peserta didik semata, bukan sumber pembelajaran yang sangat berpotensi meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi peserta didik. Rumah sebenarnya lingkungan yang sangat memiliki potensi sebagai sumber pembelajaran literasi dan numerasi. Di lingkungan keluarga bisa diciptakan kegiatan peningkatan literasi dan numerasi seperti menanamkan kebiasaan membaca buku pada peserta didik, mendesain kegiatan membaca bersama, mendemonstrasikan permainan yang bersifat edukatif, seperti scrabble, monopoli, ABC 5 Dasar, teka-teki, dan lain sebagainya. Rumah juga bisa dijadikan sarana untuk mengembangkan minat peserta didik untuk menulis surat kepada sahabat, keluarga, atau saudara, menulis ulang kegiatan menyenangkan yang dijalani bersama keluarga, penyediaan ruangan atau tempat baca yang nyaman di rumah, menceritakan sejarah atau memori keluarga.
Miskonsepsi Ketiga
“Orang tua beranggapan bahwa dengan menggelar jadwal rutin membaca bagi peserta didik-peserta didik mereka, pendidikan literasi dan numerasi telah berjalan dengan benar dan sesuai dengan harapan”
Berikutnya, miskonsepsi juga terjadi dalam implementasi rutinitas literasi dan numerasi di rumah dengan meminta peserta didik rutin membaca untuk durasi waktu tertentu. Setiap hari orang tua menjadwalkan peserta didik untuk membaca bacaan tertentu, terutama bacaan-bacaan yang terkait dengan pelajaran yang dipelajari peserta didik di sekolah ataupun juga bacaan-bacaan ringan seperti komik, majalah, koran, dan lain sebagainya. Orang tua beranggapan bahwa dengan menggelar jadwal rutin membaca bagi peserta didik-peserta didik mereka, pendidikan literasi dan numerasi telah berjalan dengan benar dan sesuai dengan harapan. Padahal, apa yang dicapai oleh peserta didik adalah sebuah kegiatan rutin yang mungkin terkesan membosankan. Terlebih lagi peserta didik mungkin merasa bahwa melakukan kegiatan rutin tersebut semata-mata karena ingin patuh terhadap apa yang disampaikan dan diajarkan oleh orang tua mereka