Masbabal.Com - Indonesia cukup terhantam keras dengan penyebaran virus Corona (Covid 19). Tidak hanya kesehatan manusia, virus ini juga mengganggu kesehatan ekonomi di seluruh dunia. Diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam skenario terburuk bisa minus 0,4 persen. Pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan assessment BI, OJK, LPS memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan turun ke 2,3 persen, bahkan dalam skenarionya yang lebih buruk, bisa mencapai negatif 0,4 persen.
Dampak Covid 19 Terhadap Perekonomian Indonesia
Dampak Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia bisa dilihat dari kondisi sekarang ini akan berimbas pada menurunnya konsumsi rumah tangga yang diperkirakan 3,2 persen hingga 1,2 persen. Lebih dari itu, investasi pun akan merosot tajam. Sebelumnya, pemerintah cukup optimistis bahwa investasi akan tumbuh enam persen. Namun, dengan adanya COVID-19, diprediksi investasi akan merosot ke level satu persen atau terburuk bisa mencapai minus empat persen.
Pertumbuhan ekonomi kita berdasarkan assessment yang tadi kita lihat, BI, OJK, LPS, dan diperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan turun ke 2,3 persen, bahkan dalam skenarionya yang lebih buruk, bisa mencapai negatif 0,4 persen.
Sebelumnya, pemerintah cukup optimistis bahwa investasi akan tumbuh enam persen. Namun, dengan adanya COVID-19, diprediksi investasi akan merosot ke level satu persen atau terburuk bisa mencapai minus empat persen.
Dampak Ekspor pun diperkirakan terkoreksi lebih dalam, mengingat sudah satu tahun belakangan ini pertumbuhannya negatif. Begitu juga dengan impor yang, Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, juga akan tetap negatif pertumbuhannya.
Dari Sektor UMKM, adalah sektor yang paling pertama terdampak wabah COVID-19. Berkaca pada krisis tahun 1998, sektor ini cenderung aman. Namun, sekarang situasinya berbeda. “Sektor UMKM adalah sektor yang juga terpukul. Padahal, selama ini biasanya menjadi safety net. Sekarang mengalami pukulan yang sangat besar, karena adanya restriksi kegiatan ekonomi dan sosial yang memengaruhi kemampuan UMKM, yang biasanya resilient, bisa menghadapi kondisi. Tahun 97-98, justru UMKM masih resilience. Sekarang ini dalam COVID ini, UMKM terpukul paling depan karena ketiadaan kegiatan di luar rumah oleh seluruh masyarakat.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan, pihaknya tidak akan membiarkan skenario nilai tukar rupiah Rp20.000 per dolar AS terjadi. Bahkan, ia menyatakan, nilai tukar rupiah saat ini, yang berada pada kisaran Rp16.000 per dolar AS, sudah cukup stabil.
Skenario terberat kurs Rp17.500 per dolar AS atau yang sangat berat Rp20.000 itu akan kita anitisipasi supaya tidak terjadi. Dalam hal ini saya sebagai Gubernur BI menyatakan bahwa tingkat rupiah saat ini sudah memadai. Yang tadi saya sampaikan skenario adalah sebagai forward looking yang kita akan cegah supaya tidak akan terjadi. Oleh karena itu BI akan terus berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar rupiah
Penyebab melemahnya rupiah karena investor panik sehingga terjadi apa yang disebut pembalikan modal atau capital outflow. Selama periode terjadinya pandemi ini antara Januari dan Maret 2020 telah terjadi capital outflow dalam portofolio investasi Indonesia, yang jumlahnya mencapai Rp167,9 triliun.
Capital outflow ini yang kemudian terjadi di seluruh dunia termasuk di Indonesia, yang juga menjadi penyebab pelemahan nilai tukar rupiah, didorong oleh kepanikan global akibatnya cepat menyebarnya wabah COVID-19 di berbagai dunia. Dalam konteks ini, kami menyediakan dolar, baik di spot dan juga di domestic non delivery forward maupun pembelian SBN di pasar sekunder. Sejauh ini kami sudah membeli SBN dari pasar sekunder sejumlah Rp166 triliun.
Oleh karena itu kita di Indonesia, harus memusatkan perhatian dalam hal:
Pertama, kesehatan dan masalah kemanusiaan harus ditangani.
Kedua, menjamin kondisi masyarakat terutama jaring pengaman sosial kepada masyarakat terbawah dan bagaimana kita melindungi sedapat mungkin sektor usaha ekonomi supaya mereka tidak mengalami damage atau bisa bertahan dalam situasi sulit. Dan dalam hal ini kita juga melindungi stabilitas sektor keuangan.
Sumber : voaindonesia.com
Dampak Covid 19 Terhadap Perekonomian Indonesia
Dampak Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia bisa dilihat dari kondisi sekarang ini akan berimbas pada menurunnya konsumsi rumah tangga yang diperkirakan 3,2 persen hingga 1,2 persen. Lebih dari itu, investasi pun akan merosot tajam. Sebelumnya, pemerintah cukup optimistis bahwa investasi akan tumbuh enam persen. Namun, dengan adanya COVID-19, diprediksi investasi akan merosot ke level satu persen atau terburuk bisa mencapai minus empat persen.
Pertumbuhan ekonomi kita berdasarkan assessment yang tadi kita lihat, BI, OJK, LPS, dan diperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan turun ke 2,3 persen, bahkan dalam skenarionya yang lebih buruk, bisa mencapai negatif 0,4 persen.
Sebelumnya, pemerintah cukup optimistis bahwa investasi akan tumbuh enam persen. Namun, dengan adanya COVID-19, diprediksi investasi akan merosot ke level satu persen atau terburuk bisa mencapai minus empat persen.
Dampak Ekspor pun diperkirakan terkoreksi lebih dalam, mengingat sudah satu tahun belakangan ini pertumbuhannya negatif. Begitu juga dengan impor yang, Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, juga akan tetap negatif pertumbuhannya.
Dari Sektor UMKM, adalah sektor yang paling pertama terdampak wabah COVID-19. Berkaca pada krisis tahun 1998, sektor ini cenderung aman. Namun, sekarang situasinya berbeda. “Sektor UMKM adalah sektor yang juga terpukul. Padahal, selama ini biasanya menjadi safety net. Sekarang mengalami pukulan yang sangat besar, karena adanya restriksi kegiatan ekonomi dan sosial yang memengaruhi kemampuan UMKM, yang biasanya resilient, bisa menghadapi kondisi. Tahun 97-98, justru UMKM masih resilience. Sekarang ini dalam COVID ini, UMKM terpukul paling depan karena ketiadaan kegiatan di luar rumah oleh seluruh masyarakat.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan, pihaknya tidak akan membiarkan skenario nilai tukar rupiah Rp20.000 per dolar AS terjadi. Bahkan, ia menyatakan, nilai tukar rupiah saat ini, yang berada pada kisaran Rp16.000 per dolar AS, sudah cukup stabil.
Skenario terberat kurs Rp17.500 per dolar AS atau yang sangat berat Rp20.000 itu akan kita anitisipasi supaya tidak terjadi. Dalam hal ini saya sebagai Gubernur BI menyatakan bahwa tingkat rupiah saat ini sudah memadai. Yang tadi saya sampaikan skenario adalah sebagai forward looking yang kita akan cegah supaya tidak akan terjadi. Oleh karena itu BI akan terus berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar rupiah
Penyebab melemahnya rupiah karena investor panik sehingga terjadi apa yang disebut pembalikan modal atau capital outflow. Selama periode terjadinya pandemi ini antara Januari dan Maret 2020 telah terjadi capital outflow dalam portofolio investasi Indonesia, yang jumlahnya mencapai Rp167,9 triliun.
Capital outflow ini yang kemudian terjadi di seluruh dunia termasuk di Indonesia, yang juga menjadi penyebab pelemahan nilai tukar rupiah, didorong oleh kepanikan global akibatnya cepat menyebarnya wabah COVID-19 di berbagai dunia. Dalam konteks ini, kami menyediakan dolar, baik di spot dan juga di domestic non delivery forward maupun pembelian SBN di pasar sekunder. Sejauh ini kami sudah membeli SBN dari pasar sekunder sejumlah Rp166 triliun.
Oleh karena itu kita di Indonesia, harus memusatkan perhatian dalam hal:
Pertama, kesehatan dan masalah kemanusiaan harus ditangani.
Kedua, menjamin kondisi masyarakat terutama jaring pengaman sosial kepada masyarakat terbawah dan bagaimana kita melindungi sedapat mungkin sektor usaha ekonomi supaya mereka tidak mengalami damage atau bisa bertahan dalam situasi sulit. Dan dalam hal ini kita juga melindungi stabilitas sektor keuangan.
Sumber : voaindonesia.com