Masbabal.Com -
Pengertian Pendidikan Jasmani. Seorang pakar pendidikan jasmani dari Amerika
Serikat Siedentop (1991), mengatakan bahwa dewasa ini pendidikan jasmani
dapat diterima secara luas sebagai model “pendidikan melalui aktivitas
jasmani”, yang berkembang sebagai akibat dari merebaknya telaahan pendidikan
gerak pada akhir abad ke-20 ini dan menekankan pada kebugaran jasmani,
penguasaan keterampilan, pengetahuan, dan perkembangan sosial.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa: "pendidikan jasmani adalah pendidikan
dari, tentang, dan melalui aktivitas jasmani".
Menurut Jesse Feiring Williams (1999; dalam Freeman, 2001), pendidikan
jasmani adalah sejumlah aktivitas jasmani manusiawi yang terpilih sehingga
dilaksanakan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Pengertian ini didukung oleh adanya pemahaman bahwa:
Manakalah pikiran (mental) dan tubuh disebut sebagai dua unsur yang
terpisah, pendidikan, pendidikan jasmani yang menekankan pendidikan
fisikal. melalui pemahaman sisi kealamiahan fitrah manusia ketika sisi keutuhan
individu adalah suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri, pendidikan jasmani
diartikan sebagai pendidikan melalui fisikal.
Pemahaman ini menunjukkan bahwa pendidikan jasmani juga terkait dengan
respon emosional, hubungan personal, perilaku kelompok, pembelajaran mental,
intelektual, emosional, dan estetika.’ Pendidikan melalui fisikal maksudnya
adalah pendidikan melalui aktivitas fisikal (aktivitas jasmani), tujuannya
mencakup semua aspek perkembangan kependidikan, termasuk pertumbuhan mental,
sosial siswa.
Manakala tubuh sedang ditingkatkan secara fisik, pikiran (mental) harus
dibelajarkan dan dikembangkan, dan selain itu perlu pula berdampak pada
perkembangan sosial, seperti belajar bekerjasama dengan siswa lain. Rink
(1985) juga mendefinisikan pendidikan jasmani sebagai "pendidikan melalui
fisikal", seperti:
"Kontribusi unik pendidikan jasmani terhadap pendidikan secara umum
adalah perkembangan tubuh yang menyeluruh melalui aktivitas jasmani.
Ketika aktivitas jasmani ini dipandu oleh para guru yang kompeten, maka
basil berupa perkembangan utuh insani menyertai perkembangan fisikal-nya.
Hal ini hanya dapat dicapai ketika aktivitas jasmani menjadi budaya dan
kebiasaan jasmani atau pelatihan jasmani"
Pendapat lain namun dalam ungkapan yang senada, seperti diungkapkan. Barrow
(2001; dalam Freeman, 2001) adalah bahwa pendidikan jasmani dapat
didefinisikan sebagai pendidikan tentang dan melalui gerak insani, ketika
tujuan kependidikan dicapai melalui media aktivitas otot-otot, termasuk:
olahraga (sport), permainan, senam, dan latihan jasmani (exercise).
Hasil yang ingin dicapai adalah individu yang terdidik secara fisik. Nilai
ini menjadi salah satu bagian nilai individu yang terdidik, dan bermakna
hanya ketika berhubungan dengan sisi kehidupan individu.
Dalam menempatkan posisi pendidikan jasmani, diyakini pula bahwa kontribusi
pendidikan jasmani hanya akan bermakna ketika pengalamanpengalaman gerak
dalam pendidikan jasmani berhubungan dengan proses kehidupan seseorang
secara utuh di masyarakat. Manakala pengalaman dalam pendidikan jasmani
tidak memberikan kontribusi pada pengalaman kependidikan lainnya, maka pasti
terdapat kekeliruan dalam pelaksanaan program pendidikan jasmaninya.
James A.Baley dan David A.Field (2001; dalam Freeman, 2001) menekankan bahwa
pendidikan fisikal yang dimaksud adalah aktivitas jasmani yang membutuhkan
upaya yang sungguh-sungguh. Lebih lanjut kedua ahli ini menyebutkan bahwa:
‘Pendidikan jasmani adalah suatu proses terjadinya adaptasi dan pembelajaran
secara organik, neuromuscular, intelektual, sosial, kultural, emosional, dan
estetika yang dihasilkan dari proses pemilihan berbagai aktivitas jasmani.’
Aktivitas jasmani yang dipilih disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai
dan kapabilitas siswa. Aktivitas fisikal yang dipilih ditekankan pada
berbagai aktivitas jasmani yang wajar, aktivitas jasmani yang membutuhkan
sedikit usaha sebagai aktivitas rekreasi dan atau aktivitas jasmani yang
sangat membutuhkan upaya keras seperti untuk kegiatan olahraga kepelatihan
atau prestasi.
Pendidikan jasmani memusatkan diri pada semua bentuk kegiatan aktivitas
jasmani yang mengaktifkan otot-otot besar (gross motorik), memusatkan diri
pada gerak fisikal dalam permainan, olahraga, dan fungsi dasar tubuh
manusia. Dengan demikian, Freeman (2001:5) menyatakan pendidikan jasmani
dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok bagian, yaitu:
- Pendidikan jasmani dilaksanakan melalui media fisikal, yaitu: beberapa aktivitas fisikal atau beberapa tipe gerakan tubuh.
- Aktivitas jasmani meskipun tidak selalu, tetapi secara umum mencakup berbagai aktivitas gross motorik dan keterampilan yang tidak selalu harus didapat perbedaan yang mencolok.
- Meskipun para siswa mendapat keuntungan dari proses aktivitas fisikal ini, tetapi keuntungan bagi siswa tidak selalu harus berupa fisikal, nonfisikal pun bisa diraih seperti: perkembangan intelektual, sosial, dan estetika, seperti juga perkembangan kognitif dan afektif.
Secara utuh, pemahaman yang harus ditangkap adalah: pendidikan jasmani
menggunakan media fisikal untuk mengembangkan kesejahteraan total setiap
orang. Karakteristik pendidikan jasmani seperti ini tidak terdapat pada
matapelajaran lain, karena hasil kependidikan dari pengalaman belajar
fisikal tidak terbatas hanya pada perkembangan tubuh saja. Konteks melalui
aktivitas jasmani yang dimaksud adalah konteks yang utuh menyangkut semua
dimensi tentang manusia, seperti halnya hubungan tubuh dan pikiran.
Tentu, pendidikan jasmani tidak hanya menyebabkan seseorang terdidik
fisiknya, tetapi juga semua aspek yang terkait dengan kesejahteraan total
manusia, seperti yang dimaksud dengan konsep “kebugaran jasmani sepanjang
hayat”. Seperti diketahui, dimensi hubungan tubuh dan pikiran menekankan
pada tiga domain pendidikan, yaitu: psikomotor, afektif, dan kognitif.
Beberapa ahli dalam bidang pendidikan jasmani dan olahraga, Syer &
Connolly (1984); Clancy (2006); Begley (2007), menyebutkan hal senada bahwa
“tubuh adalah tempat bersemayamnya pikiran.”
Ada unsur kesatuan pemahaman antara tubuh dengan pikiran.
1. Kesatuan Unsur Tubuh dan Pikiran
Salah satu masalah besar, untuk selama bertahun-tahun lamanya seolah tidak
akan pernah tuntas, adalah perdebatan antara intelektual dan jasmani.
Kepercayaan banyak orang adalah bahwa tubuh terpisah dari pikiran, yang
kemudian memunculkan pemahaman "dualisme" dan cenderung mengarah pada
pikiran adalah sesuatu yang diutamakan, sementara tubuh adalah sesuatu yang
inferior. Sebagai contoh, sering didapatkan pada rohaniawan yang
mengutamakan pada kesempurnaan pikiran daripada kesejahteraan fisiknya.
Bahkan sampai pada keyakinan bahwa pikiran berada di atas unsur tubuh, dan
mengendalikan semua sistem tubuh yang ada. Sebaliknya, ada juga filosofi
yang menyebutkan bahwa tubuh dan pikiran bersatu, yang kemudian dikenal
sebagai aliran pemahaman holism, suatu kesatuan antara tubuh dan pikiran.
Keyakinan ini dapat dengan mudah dikenali, seperti yang sering didengar
sebuah semboyan Orandum est ute sit men sana in corpore sano atau seperti: a
sound mind in a sound body (Krecthmar, 2005:51).
Moto seperti ini, sering dijadikan rujukan dalam setiap pelaksanaan
pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani memanfaatkan aktivitas jasmani untuk
mengembangkan aspek tubuh dan pikiran, dan bahkan aspek spiritual. Hal ini
pun menjadi fokus orientasi utama dalam pengembangan aktivitas jasmani
sebagai upaya pengembangan utuh-manusia.
Pertanyaan utama yang patut dimunculkan adalah apakah benar keyakinan
terhadap kesatuan tubuh dan pikiran? Pada kenyataannya di masyarakat sering
ditemukan keyakinan bahwa tubuh dan pikiran berada pada sifat dualism.
Sesungguhnya, pendidikan jasmani mencoba membuktikan dan meyakinkan setiap
orang bahwa tubuh dan pikiran berpadu menjadi satu kesatuan dalam konsep
holism, meskipun pikiran berada di atas kedudukan tubuh. Inilah bukti bahwa
perdebatan itu akan senantiasa muncul sebagai akibat adanya dinamika dalam
pemikiran.
Pendapat yang bijak dapat dimunculkan ketika mencoba memposisikan diri pada
pemikiran netral, bijak dalam memposisikan masing-masing pendapat, pikiran
mengendalikan tubuh, tetapi tubuh pun dapat memberikan informasi dan
mempengaruhi pikiran. Pembenaran akan dapat diterima ketika apa yang terjadi
sesuai dengan landasan teoritisnya. Tetapi, teori dapat diterima ketika
sejalan dengan apa yang terjadi.
2. Sejarah Istilah Pendidikan Jasmani
Sejarah istilah pendidikan jasmani di Amerika Serikat berawal dari istilah
gymnastics, hygiene, dan physical culture Siedentop (1972). Di tanah air,
istilah pendidikan jasmani berawal dari istilah gerak badan atau aktivitas
jasmani. Dalam perjalanan sejarah juga pernah mengalami istilah pendidikan
olahraga, pendidikan jasmani kesehatan rekreasi, pendidikan jasmani
kesehatan, sebelum kembali pada istilah pendidikan jasmani sekarang ini.
Perjalanan ini menunjukkan ketidak-konsistenan misi dan visi pendidikan
jasmani yang diemban di tanah air, terombang-ambing pengaruh zaman dan
budaya serta nilai orientasi yang diyakini masyarakat.
Hingga saat ini pun, di sekolah dikenal istilah matapelajaran pendidikan
jasmani, olahraga dan kesehatan, tetapi seolah sepakat semua orang
menyebutnya sebagai matapelajaran olahraga. Bahkan diantara para guru-nya
pun lebih senang dipanggil sebagai guru olahraga daripada guru pendidikan
jasmani. Inilah bukti ketidak-konsistenan arah dan tujuan pendidikan jasmani
di tanah air.
Istilah gymnastics yang pernah ada di Amerika, terjadi sekitar tahun
1800-an, yang merujuk pada aktivitas jasmani atau latihan yang dilakukan di
gymnasium. Istilah ini juga populer di negara Eropa, tetapi di Amerika
digunakan sebagai bagian fase perkembangan program pendidikan jasmani. Pada
saat ini, karena terjadi penciutan makna, berubah menjadi lebih spesifik,
seperti: olympic gymnastics atau corrective gymnastics.
Hygiene, suatu istilah populer lainnya pada tahun 1800-an, yang mengacu pada
pengetahuan untuk mengantarkan orang menjadi sehat. Istilah ini muncul
kembali pada tahun 1900-an meski menjadi istilah health education. Pada saat
kemunculan itu para pemimpin di bidang pendidikan jasmani memusatkan diri
dan mengembangkan diri untuk bias mengantarkan para siswanya sehat.
Istilah lain yang pernah muncul di Amerika Serikat adalah physical culture.
Pada sekitar tahun 1800-an, istilah ini sangat dekat dengan tema pelatihan
jasmani, yang lebih mengarah pada program latihan kondisi fisik. Program
seperti ini juga sering diselenggarakan pada program militer mereka. Tetapi,
tentu istilah ini tidak akan sesuai jika diselenggarakan dalam program
pendidikan jasmani di sekolah.
3. Hubungan Pendidikan Jasmani, Play (bermain) dan Sport
Merumuskan pengertian pendidikan jasmani harus mempertimbangkan dalam
hubungannya dengan bermain (play) dan olahraga (sport). Berbagai studi di
negara maju telah menelusuri dan mengembangkan konsep bermain dan
implikasinya bagi kesejahteraan-total manusia. Demikian juga dengan studi
tentang pendidikan jasmani dan olahraga, tetapi sesungguhnya ketiga istilah
itu memiliki perbedaan yang cukup signifikan.
Bermain adalah aktivitas yang digunakan untuk mendapatkan kesenangan,
keriangan, atau kebahagiaan. Dalam budaya Amerika bermain adalah aktivitas
jasmani non-kompetetif, meskipun bermain tidak harus berbentuk aktivitas
jasmani.
Bermain, seyogyanya bukanlah pendidikan jasmani atau olahraga. Tetapi
sayang, kegiatan aktivitas jasmani anak-anak di masa lalu, seperti: eggrang,
bakiak, gobag sodor, atau gebuk bantal dikategorikan sebagai olahraga
tradisional dari bentuk permainan, maka tidak jelas perbedaannya dengan
kegiatan olahraga secara umum.
Penulis menyadari, secara tidak sengaja telah terjadi keragaman makna
olahraga seharusnya dikategorikan sesuai dengan tujuannya, namun demikian
sangat memungkinkan terjadinya kerancuan dalam pemaknaan hakiki olahraga.
Kerancuan ini terjadi pada pemaknaan konsep bermain dengan konsep olahraga
tradisional. Karena itu, disarankan olahraga tradisional tetap saja sebagai
kegiatan permainan, dan bukan mengarah pada makna kompetisi atau olahraga.
Sport, jika diartikan sebagai olahraga (ingat: olahraga bisa bermakna ganda,
olahraga dalam Bahasa Indonesia, yang berarti membina raga, mengembangkan
tubuh agar sehat, kuat, dan atau produktif; dan olahraga dalam pemaknaan
konsep sport).
Sport dalam sistem budaya Amerika adalah bentuk aktivitas bermain yang
diorganisir dan bersifat kompetetif. Coakley (2001), menyatakan bahwa
olahraga memiliki tiga indikator, yaitu:
1) sebagai bentuk keterampilan tingkat tinggi
2) dimotivasi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik motivasi; dan
3) ada lembaga yang mengatur dan mengelolanya.
Sport dalam budaya Amerika tidak sama dengan olahraga dalam budaya
Indonesia. Karena itu pula, olahraga bukanlah sport. Sebagai contoh: cobalah
bandingkan ketika:
a) sepuluh orang anak bermain sepakbola di suatu halaman serambi swalayan,
masing-masing berusaha memasukan bola kegawang lawan, dengan
b) sebelas orang pemain PERSIB bertanding sepakbola melawan sebelas orang
pemain PERSIJA. Manakah yang disebut olahraga? Dan manapula yang disebut
sebagai kegiatan bermain?.
Lebih lanjut, olahraga dalam konteks sport adalah keterampilan yang
diformalkan kedalam beberapa tingkatan dan dikendalikan oleh aturan atau
peraturan yang telah disepakati. Meskipun peraturan tersebut tertulis atau
tidak tertulis, tetapi diakui sebagai rujukan bersama dan tidak bisa diubah
ketika sedang melakukan olahraga tersebut.
Olahraga tidak dapat diartikan terpisah dari ciri kompetitif-nya. Ketika
olahraga kehilangan ciri kompetitifnya, maka aktivitas jasmani itu menjadi
bentuk permainan atau rekreasi. Bermain dapat berubah menjadi olahraga,
sementara olahraga tidak akan pernah menjadi bentuk bermain; unsur
kompetitif menjadi aspek penting pada kegiatan olahraga sebagai sport.
Pendidikan jasmani memiliki ciri bermain dan olahraga, tetapi secara
eksklusif bukanlah suatu kombinasi yang setara diantara istilah bermain dan
olahraga. Seperti sudah dikemukakan pada bagian awal tulisan ini, pendidikan
jasmani adalah aktivitas jasmani yang diarahkan untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Pendidikan jasmani adalah aktivitas fisik dan juga aktivitas pendidikan,
tetapi baik itu kegiatan bermain atau olahraga (sebagai sport), keduanya
dapat dimanfaatkan untuk kegiatan proses kependidikan, hampir selalu
pengalaman aktivitas jasmani dapat dimanfaatkan untuk pencapaian kepentingan
pendidikan. Bermain, olahraga (sport) dan pendidikan jasmani mengandung
unsur "gerak insani". Ketiganya dapat dimanfaatkan untuk proses
kependidikan.
Bermain dapat dimanfaatkan untuk kepentingan relaksasi dan hiburan, tanpa
ada dampak pada tujuan pendidikan, seperti juga olahraga muncul bukan
diarahkan untuk kepentingan-kepentingan pendidikan. Sebagai contoh: beberapa
atlet profesional (dalam beberapa cabang olahraga) tidak menunjukkan adanya
ciri-ciri kependidikan. Sedangkan, ada pula beberapa ahli kependidikan
jasmani belum menerapkan olahraga sebagai ciri kehidupannya.
Keriangan dan pendidikan bukanlah sesuatu yang bermakna eksklusif, tetapi
semua itu dapat dan harus muncul bersama-sama. Beragamnya makna olahraga
oleh masyarakat menandakan bahwa olahraga memiliki sejuta makna yang dapat
diterjemahkan menurut selera dan wawasan pengetahuan masyarakat itu sendiri.
Makna yang sangat sederhana adalah aktivitas jasmani. Namun terkadang juga
diterjemahkan sebagai bentuk "prestasi" dari penampilan keterampilan tingkat
tinggi. Makna olahraga bercampur antara olahraga sebagai aktivitas jasmani,
bermain, atau gerak badan, sampai dengan makna olahraga sebagai bentuk
"prestasi" tingkat tinggi.
Sistem budaya dan kepercayaan kemudian menentukan bahwa olahraga di
masyarakat terbagi ke dalam olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan
olahraga prestasi. Selain itu juga dikenal olahraga kesehatan, olahraga
rehabilitiasi, dan olahraga tradisional. Hal ini terjadi ditunjang pula oleh
nilai-nilai atau keyakinan yang diperoleh, untuk kemudian dikelompokkan
berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dari keterlibatan masyarakat dalam
kegiatan olahraga.
4. Pendidikan Jasmani: Bidang Kajian yang Sangat Luas.
Pendidikan jasmani, sangat memungkinkan untuk sepadan dengan istilah gerak
insani (human movement), karena menggunakan aktivitas jasmani sebagai alat
untuk mendapatkan perkembangan yang menyeluruh dalam hal kualitas fisik,
mental, dan emosional seseorang.
Pendidikan jasmani memperlakukan seseorang sebagai individu yang utuh dan
menyeluruh mencakup kesejahteraan total manusia, dan tidak memisahkan
dimensi fisik dan kualitas mental, yang selama ini dianggap tidak memiliki
hubungan kuat atau terpisah satu sama lain. Pendidikan jasmani adalah suatu
kajian yang sangat luas.
Fokus kajiannya pada peningkatan kualitas gerak manusia. Secara lebih
spesifik menghubungkan kajian antara gerak insani dengan pendidikan.
Hubungan itu termasuk pengembangan dimensi pikiran dan jiwa spiritual.
Kajiannya juga termasuk pada dampak perkembangan jasmani terhadap
pertumbuhan dan kontribusi unik pendidikan jasmani. Tidak ada suatu kajian
yang memusatkan pada pengembangan total manusia secara utuh, kecuali
pendidikan jasmani. Karena itu pula, hal inilah yang mencirikan luasnya
bidang kajian pendidikan jasmani
Penulis : Oleh: B. Abduljabar, Dr.